Salah satu fitrah asasi manusia itu adalah fitrah beragama yakni suatu kecenderungan batin atau naluri jiwa untuk menganut suatu agama sekaligus mempercayai adanya tuhan di dalamnya.
Memeluk suatu agama dan meyakini adanya Tuhan, bahkan menjadi kebutuhan dasar setiap insan. Karenanya, sejak dahulu hingga sekarang banyak bermunculan agama dengan berbagai konsep tentang tuhan yang dipercayai pemeluknya.
Fungsi agama pada dasarnya adalah agar manusia dapat hidup bahagia lahir dan batin, serta selamat di dunia hingga akhirat kelak. Agar manusia dapat meraih kebahagiaan dan keselamatan tersebut, maka Allah menurunkan agama yang benar dan diridhai-Nya. Yaitu agama yang berasaskan tauhid dan sesuai dengan fitrah asasi manusia.
Untuk itu pula maka Dia mengirim rasul-rasul ke tengah umat guna menyeru untuk memeluk agama yang benar dan diridhai-Nya tersebut. Hal ini juga dimaksudkan agar manusia tidak salah dalam memilih dan memeluk suatu agama yang berkembang.
Dakwah yang dilancarkan rasul pada intinya menyeru manusia beribadah dan menyembah hanya kepada Allah sebagaimana ditegaskan dalam surah al-Nahal ayat 36 : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyeru : Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut (sembahan selain Allah)”
Setelah sejumlah nabi dan rasul diutus silih berganti akhirnya sampailah kepada utusan terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul penutup untuk seluruh manusia hingga akhir zaman.
Rasulullah mengemban tugas berat dan banyak. Di antaranya:
Pertama, menjadi rahmat untuk semesta alam. Hal ini ditegaskan di dalam surah al-Anbiya ayat 107 : “Dan tiadalah Kami mengutus engkau, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi sekalian alam “.
Beliau diutus bukan sekadar membawa rahmat yakni menyebarkan agama yang memberikan rahmat bagi umat manusia, tetapi diri pribadi Rasulullah menjadi rahmat bagi alam semesta. Hal ini tentu karena sosok Rasulullah yang luar biasa, mencerminkan pribadi sempurna yang sarat budi pekerti luhur dan santun.
Banyak cerita dan riwayat yang menjelaskan betapa budi pekerti Rasulullah membuat banyak orang senang dan kagum, bukan hanya di kalangan kaum muslimin. Sehingga banyak di antaranya yang memeluk Islam karena tertarik oleh kehalusan budi pekerti beliau.
Kedua, Rasulullah ditugaskan Allah memberi kabar gembira dan memberi peringatan kepada manusia. Terkait dengan hal ini di dalam surah al-Ahzab ayat 45 Allah menjelaskan : “Hai nabi (Muhammad), sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan”.
Disebutkan tugas Nabi adalah menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Tugas menjadi saksi dimaksudkan adalah menjadi saksi atas perilaku dan perbuatan serta tindakan umat manusia di muka bumi ini.
Kabar gembira disampaikan bagi mereka yang mau beriman atau masuk Islam, berbuat kebajikan, menaati perintah dan menjauhi larangan Allah dan rasul-Nya, bahwa bagi mereka akan diberikan ganjaran berupa kenikmatan surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, dan mereka kekal di dalamnya (Annisa ayat 13).
Ketiga, Rasulullah ditugaskan menyeru manusia kepada agama Allah yakni agama Islam.
Tugas Rasulullah sebagaimana ditegaskan dalam Alquran adalah menyeru manusia agar memeluk agama Allah yakni agama Islam, dan juga berperan sebagai pemberi cayaha, maksudnya memberikan penyuluhan, pencerahan dan bimbingan kepada umat manusia.
Kedatangannya bagaikan cahaya yang menerangi jalan hidup manusia menuju kehidupan yang diridhai dan dirahmati Allah.
Wahyu Ilahi juga bagaikan cahaya yang dapat menyinari kalbu dan jiwa setiap manusia. Dengan demikian, maka setiap insan yang memeluk Islam akan mendapatkan cahaya yang menerangi kalbu dan jiwanya, sehingga iapun dapat menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar. Ia akan dapat memilih dan memilah antara yang benar dan yang salah, yang haq dan batil, yang lurus dan yang sesat, yang baik dan yang buruk.
Dengan keimanan yang bersumber dari wahyu Ilahi yang menerangi kalbu dan jiwanya, maka iapun pasti memilih yang baik, yang benar, yang haq, dan yang lurus. Dengan wahyu Ilahi, Dia telah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang.
Keempat, Rasullah ditugaskan menjadi teladan atau panutan yang terbaik bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Ahzab ayat 21 : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi (yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan hari kiamat dan dai banyak menyebut Allah”.
Ayat di atas menegaskan bahwa Rasulullah ditugaskan Allah untuk menjadi suri teladan atau panutan yang baik bagi mereka yang benar-benar mengharapkan curahan rahmat dari Allah, dan meyakini adanya hari kiamat diserta banyak zikrullah.
Di dunia ini tentu banyak tokoh dan pemimpin yang bisa dijadikan teladan, tetapi terkadang hanya dalam bidang tertentu tidak seluruh kepribadian tokoh tersebut dapat dijadikan teladan. Dan tidak semua aspek kehidupannya dapat dijadikan panutan.
Keteladanan tokoh dunia terkadang tidak bertahan lama, hanya bersifat sementara. Suatu saat dikagumi dan dipuja, pada waktu lain dibenci dan dicaci maki. Sedangkan pribadi Rasulullah dapat dijadikan contoh teladan yang baik dalam semua sudut kehidupan dan sepanjang masa. Baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai kepala pemerintahan, dan sebagainya.
Hal ini disebabkan Rasulullah memiliki akhlak dan budi pekerti yang agung. Hal ini Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam surah al-Qalam ayat 4 “Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang agung”. Oleh karena itu, orang beriman hendaknya menjadikan Nabi Muhammad sebagai satu-satunya idola, bukan yang lain.
Itulah di antara tugas yang dibebankan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Tugas-tugas tersebut cukup berat tapi mulia. Kendati berat, namun dalam waktu relatif singkat, kurang dari 23 tahun, semuanya dapat beliau laksanakan dengan baik dan memperoleh hasil yang gemilang, bahkan hasilnya dapat kita lihat dan rasakan hingga sekarang ini. Wallahu A’lam
Sabtu, 16 Februari 2013
"PERHIASAN DUNIA"
Wanita, makhluk (yang katanya) lemah dan selalu menjadi no. 2 setelah laki-laki. Itulah Stereotif yang coba dijungkirbalikkan oleh para feminis. Wanita, diyakini sebagai makhluk yang mandiri, memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dan mampu menentukan sendiri apa yang terbaik bagi dirinya. Dalam Islampun, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam urusan memproleh pahala. Bahkan, sebuah atsar berbunyi “Ad-Dunya mataa’un. Wa Khairu Mataa’iha, al Mar’atush Shaalihah” yang artinya : Dunia adalah perhiasan. Dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalihah.
Tentulah, perhiasan yang terindah haruslah selalu dijaga dan tidak diumbar di sembarang tempat. Begitupun wanita shalihah senantiasa menutupi lekuk tubuhnya agar tidak menimbulkan fitnah. Wanita Shalihah juga harus menjaga kehormatannya, dan hanya mempersembahkannya kepada suami tercinta (bukan kepada pacarnya). Inilah alasan pertama.
Alasan selanjutnya adalah peran wanita sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga adalah wajib dan utama. Selain sebagai pengatur rumah tangganya, wanita juga mendapat kemuliaan untuk mengandung selama 9 bulan. Tak hanya itu, wanita juga diberi kesempatan berjihad untuk melahirkan putra-putri mereka. Rasul bahkan menyebut kata “Ibu” sebanyak 3 (tiga) kali, ketika ditanya siapa orang yang wajib dihormati.
Sehingga wanita shalihah harus berupaya keras menjadikan dirinya pendidik bagi anak-anaknya, untuk membawa mereka mengenal syariat Islam lebih dekati dan mampu menjalaninya. Sehingga terbentuklah generasi yang benar-benar berkualitas. Jadi wajarlah bila penghargaan tinggi berupa surga diberikan kepada kaum wanita shalihah bahwa Surga berada di telapak kaki Ibu. Berbagai keistimewaan di atas seakan memantapkan gelar wanita shalihah sebagai perhiasan terindah di dunia.
Selain di rumah tangga (sektor domestik), di masyarakat pun (sektor publik) wanita shalihah wajib berperan dalam membangun kemajuan dan menata kebangkitan umat. Peran di masyarakat diwujudkan dalam peran politiknya. Karena hanya dengan peran politik ini, muslimah dapat mengetahui kebijakan-kebijakan yang keliru dan bagaimana yang seharusnya, khususnya kebijakan yang terkait dengan peran utama muslimah sebagai pencetak generasi berkualitas dan pengatur rumah tangga. Muslimah harus mampu tampil untuk mengkritik dan menuntut para penguasa agar menghilangkan segala sesuatu yang merusak proses pendidikan generasi dan keharmonisan rumah tangga. Sebagai contoh: hal-hal yang merusak aqidah, tindakan brutal, pornografi/pornoaksi dan kebebasan berprilaku yang ditayangkan oleh media massa.
Dengan demikian para wanita, hendaknya memahami betul peran dan tanggungjawabnya sebagai wanita shalihah baik di dalam rumah tangganya maupun di masyarakat. Karena hanya dengan itulah kemilaunya sebagai perhiasan terindah dunia akan tetap terus terjaga, tentunya semua itu hanya demi mendapatkan ridha Allah SWT semata. Wallahu’alam bi Showab.
MEMBANGUN REKAYASA SOSIAL PERLUKAH???
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pembangunan yang diinisiasi oleh masyarakat untuk merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking, hingga mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial (Subejo dan Supriyanto, 2004). Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi bila terjadi interaksi dan partisipasi aktif dari tiap invidu; dan dapat dikatakan berhasil jika masyarakat menjadi subyek, bukan sebaliknya.
Contoh nyata adalah kemiskinan dan upaya pengentasannya. Pihak-pihak terkait telah berupaya mengatasi tersebut melalui kegiatan yang melibatkan masyarakat, sering dinamakan Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment). Kegiatan tersebut lebih banyak bermuara pada bantuan langsung pada masyarakat, baik yang bersifat materi maupun bantuan stimulan sarana prasarana usaha.
Namun yang acapkali terjadi adalah pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh pihak-pihak terkait cenderung belum terlaksana secara optimal. Terkadang yang terjadi, bukannya melakukan “Pemberdayaan Masyarakat”, namun “Pelumpuhan Masyarakat”. Akibatnya, masyarakat menjadi semakin tergantung dan hanya berharap bantuan pemerintah, seperti yang pernah disinyalir oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa – Depdagri.
Mencermati realitas di atas, maka terpikir bahwa permasalahan pada pelaksanaan pemberdayaan masyarakat antara lain: (1) implementasi program belum distruktur secara baik; lebih cenderung terpusat pada kegiatan yang instan, seperti penyaluran bantuan, yang dikhawatirkan justru dapat “mengkerdilkan” moral dan perilaku masyarakat miskin; (2) tujuan program yang ditawarkan belum dapat dipahami secara baik oleh masyarakat sasaran; akibat kondisi sosial-ekonomi, budaya dan latar belakang SDM yang beragam; (3) kegiatan yang dilakukan belum didasarkan pada isu-isu penyebab kemiskinan; sehingga program yang dilakukan kurang menyentuh substansi masalah.
Beberapa referensi menyatakan, penurunan angka kemiskinan dapat dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan filosofi: (1) mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin; dan (2) meningkatkan produktifitas dan pendapatannya. Pengurangan beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin sangat terkait dengan laju inflasi, serta kondisi fiskal dan moneter, sedangkan peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan usaha masyarakat, berbasis UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) meliputi diversifikasi mutu produk, penguatan permodalan, peningkatan SDM; serta pendampingan usaha. Keduanya, merupakan tanggungjawab pemerintah, sesuai dengan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait hal di atas, akar masalah kemiskinan umumnya adalah pada minimnya kompetensi SDM. Namun jika ditarik benang merahnya, kesadaran untuk meningkatkan SDM sangat tergantung dari mindset individu dalam masyarakat. Sering kita mendengar cerita sukses (success story), mengenai anak orang miskin, tetapi pada akhirnya mampu menyelesaikan pendidikan doktoral, malah mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas. Singkatnya, mindset yang kuat dan terbuka, cenderung akan menimbulkan karakter yang kuat, termasuk motivasi dan semangat juang (fighting spirit) yang tinggi untuk lepas dari keterpurukan. Namun pertanyaan besarnya, bagaimana agar masyarakat miskin dapat dikondisikan agar mempunyai visi ke depan yang sama. Pada kondisi inilah, sebuah rekayasa sosial yang didisain secara terstruktur mutlak dibutuhkan.
Rekayasa Sosial (Social Enginering) pada dasarnya merupakan implemetasi dari sebuah disain ilmiah sebagai upaya untuk melakukan perubahan sosial, terutama mindset dan perilaku sebuah obyek sosial. Disain tersebut sangat dibutuhkan pada saat: (1) timbulnya sebuah masalah sosial, akibat perbedaan yang mencolok antara nilai ideal dalam masyarakat dengan realita yang ada; (2) adanya visi yang menuntut partisipasi individu dalam masyarakat; serta (3) adanya potensi timbulnya masalah sosial pada sebuah komunitas. Menilik dari hal tersebut, perlu disusun sebuah disain terintegrasi, yang mengkaitkan antara tujuan pemberdayaan dengan upaya mengorganisasi masyarakat. Pada penyusunan disain tersebut, selain tenaga teknis terkait, para ekononom, sosiolog, antropolog dan budayawan yang paham akan kondisi lokalitas perlu dilibatkan.
Strategi operasional yang dapat dilakukan untuk menyusun disain tersebut antara lain:
Program pemberdayaan masyarakat, pada prinsipnya hanyalah sebuah pemicu untuk peningkatan produktifitas dan pendapatan masyarakat. Ini dapat terjadi jika setiap individu dalam masyarakat mempunyai mindset yang baik. Mindset yang terbuka (open minded) akan mendorong setiap individu untuk mengembangkan kemampuan diri, mengasah pengetahuan dan ketrampilan berusaha, termasuk meningkatkan jiwa enterpreneur. Untuk mendapatkan kondisi tersebut, perlu diawali dengan rekayasa sosial pada kelompok sasaran sebelum program pemberdayaan diluncurkan.
Sebuah program yang baik, disain rekayasa sosial yang fokus pada perubahan mindset; dan disusul dengan sinergi pelaksanaan terpadu diyakini akan mampu memberikan perubahan yang berarti pada masyarakat. Walaupun berimplikasi pada penganggaran untuk penyusunan sebuah disain, namun seperti kata orang bijak,: “Sebuah disain memang mahal, namun akan jauh lebih mahal jika melangkah tanpa disain”
Contoh nyata adalah kemiskinan dan upaya pengentasannya. Pihak-pihak terkait telah berupaya mengatasi tersebut melalui kegiatan yang melibatkan masyarakat, sering dinamakan Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment). Kegiatan tersebut lebih banyak bermuara pada bantuan langsung pada masyarakat, baik yang bersifat materi maupun bantuan stimulan sarana prasarana usaha.
Namun yang acapkali terjadi adalah pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh pihak-pihak terkait cenderung belum terlaksana secara optimal. Terkadang yang terjadi, bukannya melakukan “Pemberdayaan Masyarakat”, namun “Pelumpuhan Masyarakat”. Akibatnya, masyarakat menjadi semakin tergantung dan hanya berharap bantuan pemerintah, seperti yang pernah disinyalir oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa – Depdagri.
Mencermati realitas di atas, maka terpikir bahwa permasalahan pada pelaksanaan pemberdayaan masyarakat antara lain: (1) implementasi program belum distruktur secara baik; lebih cenderung terpusat pada kegiatan yang instan, seperti penyaluran bantuan, yang dikhawatirkan justru dapat “mengkerdilkan” moral dan perilaku masyarakat miskin; (2) tujuan program yang ditawarkan belum dapat dipahami secara baik oleh masyarakat sasaran; akibat kondisi sosial-ekonomi, budaya dan latar belakang SDM yang beragam; (3) kegiatan yang dilakukan belum didasarkan pada isu-isu penyebab kemiskinan; sehingga program yang dilakukan kurang menyentuh substansi masalah.
Beberapa referensi menyatakan, penurunan angka kemiskinan dapat dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan filosofi: (1) mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin; dan (2) meningkatkan produktifitas dan pendapatannya. Pengurangan beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin sangat terkait dengan laju inflasi, serta kondisi fiskal dan moneter, sedangkan peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan usaha masyarakat, berbasis UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) meliputi diversifikasi mutu produk, penguatan permodalan, peningkatan SDM; serta pendampingan usaha. Keduanya, merupakan tanggungjawab pemerintah, sesuai dengan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait hal di atas, akar masalah kemiskinan umumnya adalah pada minimnya kompetensi SDM. Namun jika ditarik benang merahnya, kesadaran untuk meningkatkan SDM sangat tergantung dari mindset individu dalam masyarakat. Sering kita mendengar cerita sukses (success story), mengenai anak orang miskin, tetapi pada akhirnya mampu menyelesaikan pendidikan doktoral, malah mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas. Singkatnya, mindset yang kuat dan terbuka, cenderung akan menimbulkan karakter yang kuat, termasuk motivasi dan semangat juang (fighting spirit) yang tinggi untuk lepas dari keterpurukan. Namun pertanyaan besarnya, bagaimana agar masyarakat miskin dapat dikondisikan agar mempunyai visi ke depan yang sama. Pada kondisi inilah, sebuah rekayasa sosial yang didisain secara terstruktur mutlak dibutuhkan.
Rekayasa Sosial (Social Enginering) pada dasarnya merupakan implemetasi dari sebuah disain ilmiah sebagai upaya untuk melakukan perubahan sosial, terutama mindset dan perilaku sebuah obyek sosial. Disain tersebut sangat dibutuhkan pada saat: (1) timbulnya sebuah masalah sosial, akibat perbedaan yang mencolok antara nilai ideal dalam masyarakat dengan realita yang ada; (2) adanya visi yang menuntut partisipasi individu dalam masyarakat; serta (3) adanya potensi timbulnya masalah sosial pada sebuah komunitas. Menilik dari hal tersebut, perlu disusun sebuah disain terintegrasi, yang mengkaitkan antara tujuan pemberdayaan dengan upaya mengorganisasi masyarakat. Pada penyusunan disain tersebut, selain tenaga teknis terkait, para ekononom, sosiolog, antropolog dan budayawan yang paham akan kondisi lokalitas perlu dilibatkan.
Strategi operasional yang dapat dilakukan untuk menyusun disain tersebut antara lain:
- Pengenalan terhadap kelompok sasaran (target groups); pendekatannya melalui kultur sosio-economy, budaya dan politik untuk mengetahui akar permasalahan sosial pada daerah tersebut. Boleh jadi, permasalahan sosial antar kelurahan/desa, walaupun dalam satu kecamatan, tidaklah sama;
- Menyusun rencana aksi terpadu untuk langkah perubahan berdasarkan berbasis lokalitas dan kebutuhan mendasarnya; termasuk menentukan fokus materi pemberdayaan masyarakat, lokus kegiatan, pihak-pihak yang terlibat, serta tata kelola kegiatan antar pihak terkait (bussiness process);
- Pelaksanaan dan pendampingan aksi. Esensi dari program pemberdayaan adalah mengorganisir, agar masyarakat mampu mengubah perilaku dan mengembangkan kemampuannya. Hal yang perlu diingat, pemberdayaan masyarakat berorientasi pada proses; sehingga perlu dipertimbangkan materi edukasi sampai kepada upaya menghantar dan mendampingi, untuk memastikan bahwa tujuan program dapat dipahami oleh masyarakat sasaran. Dalam hal ini, fasilitator yang berkompeten dan mempunyai mentalitas tinggi mutlak diperlukan;
- Evaluasi, dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir program, sebagai referensi bagi perencanaan program-program berikutnya; menjadi sebuah perencanaan yang terarah, By Design dan bukan sebaliknya, By Accident.
Program pemberdayaan masyarakat, pada prinsipnya hanyalah sebuah pemicu untuk peningkatan produktifitas dan pendapatan masyarakat. Ini dapat terjadi jika setiap individu dalam masyarakat mempunyai mindset yang baik. Mindset yang terbuka (open minded) akan mendorong setiap individu untuk mengembangkan kemampuan diri, mengasah pengetahuan dan ketrampilan berusaha, termasuk meningkatkan jiwa enterpreneur. Untuk mendapatkan kondisi tersebut, perlu diawali dengan rekayasa sosial pada kelompok sasaran sebelum program pemberdayaan diluncurkan.
Sebuah program yang baik, disain rekayasa sosial yang fokus pada perubahan mindset; dan disusul dengan sinergi pelaksanaan terpadu diyakini akan mampu memberikan perubahan yang berarti pada masyarakat. Walaupun berimplikasi pada penganggaran untuk penyusunan sebuah disain, namun seperti kata orang bijak,: “Sebuah disain memang mahal, namun akan jauh lebih mahal jika melangkah tanpa disain”
Rabu, 13 Februari 2013
KISAH PERJUANGAN SEORANG IBU
oleh Hidup ini Indah (cerita pendek motivasi) pada 15 Agustus 2011 pukul 7:22 ·
Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang diri membesarkan anaknya, dan disaat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya:
" Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah".
Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana".
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata :
" Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran".
Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata:
"Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".
Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana?"
Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras?"
Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu!".
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis".
Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."
Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point. Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata :
"Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut tertuju kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat ibunya dan berkata: "Oh Mamaku……"
Langganan:
Postingan (Atom)